Rabu, 07 September 2016

Cowok vs Pria

Yeaayy.., akhirnya nulis lagi setelah hampir tiga bulan vakum. Oh iya, kali ini gw mau coba nulis non-fiksi. Hahaha.., bukan genre gw banget sih sebenarnya, secara gw kan anaknya fiksi abis. Tapi ya sudahlah ya, dicoba aja. Btw tulisan ini bukan soal benar atau salah, cuma sebuah pemikiran dari sudut pandang gw aja.

Ide tulisan ini gw pilih setelah sebelumnya dapat informasi dari seorang teman yang bekerja di sebuah perusahaan televisi swasta di Jakarta. Tentang bagaimana rekan kerjanya memperlakukan dia. Teman gw cewek, sebut aja namanya Joan, sedang temannya cowok, sebut aja Ucok. Keduanya bukan nama sebenarnya.

Nah ini dia nih pegnya.

Suatu hari Joan cerita ke gw bagaimana dalam bekerja ia kerap diberikan beban pekerjaan yang lebih berat dari Ucok. Joan sih gak masalah sebenarnya. Dia cuma curhat aja. Tanpa ngeluh.

Ceritanya: Jadi pernah pas Joan kerja berdua bareng Ucok, ia dapat bagian pegang segmen 1, 2 dan 3. Segmen 1 biasanya berita headline yang fresh. Segmen 2 isinya Live. Segmen 3 paling-paling berisi berita rerun dari program sebelumnya.

(oke biar gak bingung gw jelasin sedikit ya, Joan dan Ucok adalah news producer. Mereka bertanggung jawab atas siaran berita yang berdurasi satu jam. Isinya 6 segmen. Tiap segmen durasinya antara 6-7 menit). Oke lanjut yaa.

Eiittss, tapi mendadak setelah rapat sore ada yang berubah. Joan jadinya kedapatan pegang segmen 1, 2 dan 6. Segmen 6 berisi liputan wajib yang harus dikerjakan secara seksama.

Joan sempat protes, kenapa begitu. Kalau memang Ucok gak pede pegang segmen 6 yang ada liputan wajibnya, kenapa gak dia pegang segmen 1, 2 dan 3. Lalu Joan pegang segmen 4, 5 dan 6. Tapi Ucok tetap bersikeras, pembagiannya seperti itu. Joan segmen 1, 2 dan 6, sementara Ucok segmen 3, 4 dan 5. Merasa akan percuma jika perdebatan dilanjutkan, lagipula waktu terus berjalan dan deadline makin dekat, maka Joan pun mengerjakan bagiannya. Begitu pula Ucok.

(btw nih, buat tambahan informasi. Segmen 4 dan 5, sama seperti segmen 3, biasanya sih hanya berita rerun dari program sebelumnya)

Itu dia pegnya. Sekarang lanjut kita bahas pemahaman soal cowok vs pria menurut gw.

Sebagai seorang laki-laki, sosok Ucok cowok abis. Mukanya kotak, garis wajah tegas, di sejumlah bagian badan ada tattonya. Hobinya pun masuk kategori extreme sport. Surfing.

Dengan gambaran yang ada pada dirinya, gw sih berharap, Ucok bisa lebih fair pada Joan. Atau bahkan berkorban. Dia cowok gitu lho. Bukannya laki-laki merasa bangga jika bisa lebih berguna buat perempuan. Kalau gw sih diajarinnya gitu. Entah Ucok. Kayaknya sih nggak.

Tapi kisah ini mengajarkan gw, bahwa cowok ternyata adalah hanya jenis kelamin. Sementara pria adalah sebuah identitas. Karakter atau sikap yang kemudian melahirkan tanggung jawab yang lebih. Karena pada akhirnya, seorang cowok belum tentu jadi pria, sedangkan pria pasti cowok.

***

Selain curhatan Joan soal Ucok, obrolan dua orang teman gw, Nana dan Lily juga menarik perhatian gw untuk dikomentarin.

Obrolan bermula saat Nana curhat ke Lily lewat telepon. Nana cerita soal pacarnya yang cemburu pada teman laki-lakinya yang bernama Bastian. Di balik telepon Lily bilang, yaelah kenapa juga pacar lo mesti cemburu sama Bastian, dia kan kayak “pere”. Keduanya lalu tertawa.

Gw tertarik sama obrolan ini karena kebetulan gw cukup kenal sosok Bastian. Dia teman gw dari masih muda dulu. Gw sendiri mulai mengenal sosok Bastian lewat cerita-cerita kehidupannya yang biasa dia ceritain ke gw.

Bastian satu ketika bercerita, bahwa dia pernah kabur dari jadwal tawuran sekolahnya demi nonton episode terakhir telenovela Esmeralda. Sontak semua orang yang dengar saat itu langsung komentar, edan lo ya sampai segitunya. Sebagian dari mereka lalu berpikir, cowok bisa segitu belainnya nonton Esmeralda. Dan dengan semua respon itu, Bastian hanya tersenyum. Lalu ikut menertawakan dirinya.

Bastian pun kemudian memilih tidak melanjutkan ceritanya, kisah bahwa satu jadwal tawuran yang dia hindari itu hanyalah sebuah kejadian dari belasan tawuran yang dia telah ikuti sebelumnya. Serta kisah di mana lebih dari puluhan tawuran yang telah berhasil ia hindari untuk terjadi. Bagaimana caranya?, jadi dulu waktu masih SMA sepulang sekolah Bastian sering tidak langsung pulang ke rumah. Dia sering terlebih dahulu main ke tempat dingdong. Dengan console game yang dimilikinya di rumah, Bastian sebenarnya tak tertarik main dingdong di sana. Ia lebih memilih bermain jackpot atau judi koin. Nah pada saat itulah ia kemudian berkenalan dengan sejumlah “pentolan” dari sekolah-sekolah yang menjadi musuh sekolahnya. Ia juga berteman dengan “jagoan kampung” di sekitar sekolahnya, umumnya mereka berprofesi sebagai “timer” angkot. Karena hubungan itulah, Bastian yang kala SMA kerap berangkat-pulang naik bus dan selalu berdiri di pintu belakang, bisa menghindari tawuran hingga tak terlampau sering. Itu semua karena hubungan pertemanan yang ia bangun secara tak sengaja di tempat dingdong. Basisnya, Auri-Simpang Depok pun jadi rute sekolahnya yang paling aman.

*

Berbeda dengan Ucok yang hobi extreme sport. Bastian justru suka masak. Nah ngomongin soal makanan ada yang menarik nih.

Mungkin tak banyak yang tahu ritual Bastian selama ini. Bahwa hampir tiap malam menjelang pulang kerja Bastian selalu menelpon istrinya. Bastian selalu bertanya apakah istrinya lapar? Lalu pertanyaan selanjutnya apakah di rumah ada makanan?. Konsekuensi dari dua pertanyaan itu adalah jika istrinya lapar dan tidak ada makanan maka Bastian harus memutuskan untuk membeli makanan atau memasak makanan setibanya ia di rumah. Tapi apa pun pilihannya, yang selanjutnya terjadi adalah Bastian akan makan malam sepiring berdua dengan istrinya. Bastian memanfaatkan betul momen makan bersama itu untuk menjalin komunikasi secara lebih intens. Sebab bagi Bastian, komunikasi memiliki peran sangat penting dalam sebuah hubungan.

*

Pada satu kesempatan lain Bastian bercerita bahwa dari pengalamannya, ia mengenal dua jenis laki-laki. Pertama laki-laki yang mengibaratkan perempuannya sebagai sebuah boneka, sementara yang kedua mengibaratkan perempuannya sebagai kaktus atau tumbuhan hidup lainnya.

Jenis laki-laki pertama adalah mereka yang sebenarnya hanya tidak ingin kehilangan apa yang telah dimilikinya. Boneka adalah simbol trophy buat mereka. Meski tak terlampau menyukainya, tapi mereka juga tak ingin ada yang mengambilnya. Jadilah si boneka hanya diletakan di lemari saja dengan sedikit perhatian yang diberikan. Dilihat atau dimainkan hanya sesekali saja. Laki-laki jenis ini suka sekali menggunakan kata “jangan”, seperti jangan sentuh, jangan ambil, dsb. Padahal kata “jangan” menurut psikolog tak bagus untuk kejiwaan. Makanya dianjurkan untuk meminimalkan kata “jangan” pada anak.

Jenis laki-laki kedua adalah mereka yang tahu betul, jika tak dirawat, maka tanaman yang mereka miliki akan mati. Sedangkan jika dirawat, selain membuat tanaman tetap hidup, jika nutrisinya cocok bahkan bisa membuat tanaman tumbuh kian besar. Karena rasa sifatnya tak mutlak, bisa konstan juga dinamis, mengecil atau membesar.

Berbeda dengan jenis laki-laki pertama yang suka bilang "jangan", jenis kedua lebih suka bilang "ayo", karena lebih menginisiasi. Mempertahankan bukan dengan melarang tapi mengajak sambil membuktikan bahwa ia tetap sebagai pilihan yang lebih baik. Jadi tak ada kalimat "jangan" pergi dengan dia, tapi pilihannya menjadi "ayo" ikut pergi dengan aku.

Entah dari mana Bastian belajar soal semua itu. Prediksi gw sih, Bastian dapat pelajaran itu dari telenovela Esmeralda yang ia bela-belain nonton, meski harus dicariin teman satu sekolahnya sore itu. Bastian selalu bilang, nggak ada satu pun wawasan yang nggak berguna. Makin bervariasi wawasan yang kita punya, tentunya akan jadi lebih baik.

Itu adalah sedikit kisah Bastian yang gw tahu. Mungkin masih banyak lagi kisahnya yang lain. Nanti deh kalau ketemu gw akan minta Bastian ceritakan kisahnya yang berbeda.

Untuk Nana dan Lily, jika mereka membaca sedikit kisah ini, seperti apa ya reaksi mereka?. Apakah keduanya masih akan menganggap Bastian kayak “pere” atau mungkin bisa mengubah penilaian mereka akan sosok seorang Bastian.

Bastian pernah bilang ke gw, kalau dia pada dasarnya cuma pengen jadi laki-laki yang asik aja. Mungkin akhirnya jadi keliatan berbeda kalau faktanya laki-laki kayak gitu ternyata jarang ada. Buat Bastian, bahagia aja gak cukup. Buat dia hidup yang ia jalani harus bahagia dan fun.

To be continued.

(Teaser: Bastian gak selalu kelihatan asik kok, banyak juga kisah ngeselin dan nakalnya, karena selain Esmeralda, Bastian juga suka serial F.R.I.E.N.D.S dan film Cruel Intention.)

Inspired by: Joan - Ucok & Nana - Lily

Tidak ada komentar:

Posting Komentar