Kamis, 07 Januari 2016

MENATAP PELANGI

Ia tertawa. Wajahnya memerah; pipinya membulat. Ia bahagia sekali hari ini.

Aku menatapnya puas. Bukan dari depan wajahnya atau dari belakang. Aku mengamati ia dari sisinya. Sisi sebelah kiri. Lokasi yang ia tak akan sangka ada yang memperhatikannya. Biarlah angle 
yang kuambil wayang, tak terlampau indah memang; tapi tak apa, asal itu tak mengganggunya.

Sebagai mantan ballerina, geraknya tak lagi gemulai. Langkahnya tak lagi lincah. Kini ia hanya sesekali bergerak. Menoleh ke kanan, tempat mereka yang ia anggap teman berada. Sesekali tersenyum, lalu diam. Ia menganalisa. Apa langkah selanjutnya. Lalu ia tertunduk. Ada kecewa pada rautnya.

Jika saja ia tak salah langkah malam itu. Jika saja ia tak nekat melakukan pas de deux dengannya, pasti ia masih baik-baik saja. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dan sebagai seorang yang optimistis, kini ia hanya bisa menikmati bubur itu. Sesekali memberikannya kecap asin, kadang ditambah tongcai dan pitan; agar lebih gurih, lebih nikmat.

Pembohong. Kau bertingkah seolah menikmatinya; padahal aku tahu, kau tak suka bubur. Kau penggemar berat coklat.

***

Masih di ruang yang sama, pada hari yang berbeda. Aku kembali mengamatimu. Masih dari sisi favoritku. Sebelah kiri.

Tak seperti biasanya, kali ini rambutmu dikepang kuda. Tak biasa. Tapi aku suka.

Hahaha, lagipula apa yang tak kusuka darimu? Kentutmu saja harum di hidungku.

**

Ia menghampirimu. Kau tersenyum. Tak marah seperti yang aku duga.

Ia membawakanmu sebuket bunga. Dan coklat. Ia tahu betul apa kesukaanmu. Kau mengambilnya. Memeluknya. Berterima kasih padanya.

Aku kecewa. Kau bersuka cita padanya. Orang yang mengambil langkahmu. Menyembunyikan ambisimu.

Setelah mengecup keningmu, lalu ia pergi. Kau pun terdiam. Kau letakan bunga dan coklat darinya di ujung meja, seolah tak ingin kau sentuh lagi. Lalu tanpa kusangka, kau menatap sisi kirimu. Lokasi yang sebelumnya tak pernah kau tengok. Lokasi dimana aku berada. Kau menatapku. Aku tak sempat menyembunyikan diri. Kau terdiam. Lalu menolehkan pandanganmu kembali ke depan. Kau tak melihatku. Atau setidaknya pura-pura tak melihatku.

Kau putar roda kursi rodamu. Menjauhiku menuju pintu. Kau pergi. Jam kerjamu sudah usai. Sementara aku masih disini. Di loker sebelah kiri mejamu. Loker yang sengaja kau biarkan terbuka. Terbuka; agar kau tak lupa aku dan aku tak lupa kamu. Tentang mimpimu menaklukan dunia lewat gerak dan tentang mimpiku dikenal dunia lewat langkahmu.

**

Akan kutunggu kesembuhan kakimu. Karena aku masih ingin melangkah denganmu. Menari, lalu menghabiskan waktu. Namun sebelum semua itu terwujud, biarlah setidaknya lima hari dalam seminggu kita bertemu. Di ruang kerjamu.

Biarkanlah aku jadi warna biru untuk melengkapimu yang berwarna merah kuning hijau. Biarlah aku Menatapmu, Pelangi. Sebanyak hari yang masih bisa kau beri.

Created: 7 January 2016, 9.54 pm

Inspired: Ost. Single, Geisha - Sementara Sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar